Pengertian Kognitif

Oleh : Yhana Pratiwi

yhana.pratiwi@gmail.com

KOGNITIF

Kemampuan kognitif adalah salah satu dari beberapa kecerdasan yang berpengaruh dalam mengoptimalkan kemampuan serta potensi-potensi yang dimilikinya. Kemampuan kognitif diperlukan oleh anak dalam rangka mengembangkan pengetahuannya tentang apa yang ia lihat, dengar, rasa, raba ataupun ia cium melalui pencaindra yang dimilikinya. Di taman kanak-kanak dan lembaga pendidikan sejenis lainnya, pengembangan kognitif dikenal juga dengan istilah pengembangan daya pikir.

Dalam setiap proses belajar mengajar, guru masih tetap memiliki posisi yang menentukan keberhasilan suatu pembelajaran, karena fungsi utama guru ialah merancang, mengelola, dan mengevaluasi pembelajaran (Gagne, 974). Disamping itu juga guru bertugas mengalihkan seperangkat pengetahuan yang terorganisasi sehingga pengetahuan itu menajadi bagian dari sistem pengetahuan siswa (Ausubel, 1986). Dengan demikian pengembangan media yang diarahkan untuk mengembangkan kemampuan kognitif anak juga membutuhkan kemampuan seorang guru dalam mengembangkan suatu media pembelajaran. Kedudukan seorang guru dalam mengembangkan media untuk pengembangan kemampuan  kognitif anak memang sangat strategis dan menentukan. Stragis karena guru akan menentukan kedalaman dan keluasaan pengembangan media yang dibutuhkan dalam suatu materi pelajaran. Gurulah yang memilih dan memilah bahan pelajaran yang akan disajikan kepada anak dalam berbagai bentuk media. Oleh karen itulah tuntutan kepada seorang guru dalam hal ini adalah kemampuan merancang media pembelajaran yang efektif, efisien, menarik, dan hasil pembelajaran yang bermutu tinggi.

Gagne dan Briggs (1979) mengungkapkan bahwa suatu hasil belajar memerlukan kondisi belajar internal dan eksternal yang berbeda. Berkaitan dengan pernyataan tersebut, suatu media pembelajaran sering kali hanya cocok untuk belajar tipe isi yang lain dibwah kondisi yang lain, diperlukan media pembelajaran yang berbeda.

Sekilas tentang saya (Yhana)

ALL ABOUT YHANA

saya adalah salah satu mahasiswa yang termasuk membanggakan kampus almamater saya yaitu IKIP PGRI SEMARANG yang mengambil jurusan S-1 PG-PAUD FIP.

sekarang saya sudah menempuh hingga semester 6, dan insyaAllah 1tahun lagi saya bisa keluar dari kampus dengan mengantongi ijazah Sarjana IPK cumloud. Amiiinnn………. dan syukur2 bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. semua itu modal nekat bagi saya. Namun saya pulang harus bisa membawa sesuatu yang berharga.

yaa nama lenkap saya seperti nama alamat blog saya:

YHANA PRATIWI

lahir di Semarang, 25 Feb 1992

Anak pertama dari 4 bersaudara

semoga tulisan-tulisan saya di blog ini dapat bermanfaat bagi pembacanya dan tetap semangat menuntut ilmu kawan.

dimanapun, kapanpun, dengan siapapun adalah ilmu baru untuk kita. 🙂

APA ITU ANAK HIPERAKTIF?

Oleh : Yhana Pratiwi, dkk

mahasiswa IKIP PGRI Semarang S-1 PG PAUD

yhana.pratiwi@gmail.com

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.      Latar Belakang

Anak dengan gangguan emosi dan perilaku memiliki karakteristik yang kompleks dan seringkali ciri-ciri perilakunya juga dilakukan oleh anak-anak sebayanya lain, seperti banyak bergerak, mengganggu teman sepermainan, perilaku melawan, dan adakalanya perilaku menyendiri. Anak dengan gangguan emosi dan perilaku dapat ditemukan di berbagai komunitas anak-anak, seperti playgrup, KB, PAUD, TK dan lingkungan bermain.

Anak dengan gangguan emosi dan perilaku yang telah terdeksi biasanya mendapatkan layanan pendidikan dan penanganan khusus di sekolah luar biasa, di sekolah khusus maupun inklusi. Namun persoalanya adalah apabila anak belum terdeteksi mamiliki gangguan emosi dan perilaku dan berada di sekolah biasa. Dalam hal ini guru berperan sebagai penanggung jawab pendidikan di sekolah termasuk menentukan metode dan teknik pembelajaran untuk mereka. Metode dan teknik yang pembelajaran dihendaknya disesuaikan dengan karakteristik khusus masing-masing anak. Apalagi untuk anak dengan gangguan emosi dan perilaku memiliki sejumlah karakter akan menghambat proses pembelajaran, bila tidak diperhitungkan dalam pemberian pendidikan dan pembelajaran.

Mengetahui kondisi awal perilaku dan emosi anak sebelum melakukan pembelajaran akan lebih baik bagi guru dalam melakasanakan layanan pendidikan bagi anak. Apabila gangguan emosi dan perilaku pada anak belum terdeteksi dan tidak dispesifikasi menjadi pertimbangan layanan pendidikan di sekolah dasar, maka proses dispesifikasikan menjadi pertimbangan layanan pendidikan di pendidikan anak usia dini, maka proses pendidikan sangat mungkin tidak sesuai bagi mereka dan bahkan cenderung sulit, baik bagi guru sebagai pengelola materi maupun bagi siswa.

Gangguan emosi dan perilaku di layanan pendidikan anak usia dini lebih sulit dideteksi dibanding jenis kebutuhan khusus lainnya. Hal itu karena karakteristik gangguan emosi dan perilaku mencakup populasi yang beraneka ragam dan tipe penyimpangan yang berbeda-beda (Nafsiah Ibrahim & Rohana Aldi, 1996). Selaij itu para guru di sekolah dasar belum memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam proses identifikasi yang akan anak-anak yang tidak termasuk sebagai gangguan emosi dan perilaku.

Tidak hanya upaya khusus dari guru di sekolah untuk memperbaiki gangguan emosi dan perilaku karena belum ada pengetahuan tentang konsep dan fenomena anak dengan gangguan emosi dan perilaku serta penanganannya. Gangguan emosi dan perilaku bila dicermati secara mendalam, akan terlihat perilaku anak memiliki intensitas dan frekuensi yang berlebih, durasi perilaku pun bertahan lebih lama dibandingkan dengan anak normal sebayanya. Namun identifikasi anak dengan gangguan emosi dan perilaku yang seharusnya dimiliki oleh guru-guru dan praktisi pendidikan anak usia dini. Disamping itu, guru selaku berperan sebagai pedagog (pendidik), dalam menghadapi siswa dengan gangguan emosi dan perilaku juga seharusnya berperan sebagai diagnostician (penentu karakteristik dan jenis kebutuhan khusus dan berkemampuan melakukan treatmen) (Triyanto Pristiwaluyo & M. Sodiq AM., 2005). Ketrampilan identifikasi anak dengan gangguan emosi dan perilaku sangat dibutuhkan sebagai prasyarat untuk menjadi guru yang mampu menjadi pedagog dan diagnostician yang baik.

Beberapa jenis-jenis gangguan emosi dan perilaku yang timbul, namun dimakalah kami akan secara khusus membahas tentang gangguan emosi dan perilaku jenis anak hiperkatif.

B.       Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dalam makalah ini terdapat rumusan masalah yang akan disampaikan pada bab II pembahasan, yaitu:

  1. Bagaimana cara mengenali anak yang mengalami hiperaktif?
  2. Bagaimana cara menangani anak yang hiperaktif?

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.      Pengertian Gangguan Emosi Dan Perilau

Secara definitif anak dengan gangguan emosi dan perilaku adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi kesajahteraan dirinya maupun lingkunganyya (ditjenPLB.com, 2006).

Gangguan emosi dan perilaku biasanya dibagi menjadi dua macam, yaitu externalizing behavior dan externalizing behavior memiliki dampak langsung atau tidak langsung terhadap orang lain, contohnya perilaiku agresif, membangkang, tidak patuh, berbohong, mencuri, dan kurangnya kendali diri. Internalizing behavior memperngaruhi siswa dengan berbagai macam gangguan seperti kecemasan, depresi, manrik diri dari interaksi sosial, gangguan makan, dan kecenderungan untuk bunuh diri. Externalizing behavior memiliki dampak langsung atau tidak langsung tehadap orang lain, contohnya perilaku agresif, membangkang, tidak patuh, berbohong, mencuri, dan kurangnya kendali diri. Kedua tipe tersebut memiliki pengaruh yang sama buruknya terhadap kegagalan dalam belajar di sekolah (Hallahan & Kauffan, 1998; Eggen & Kauchak, 1997).

Lebih lanjut Hallahan & Kauffan (1998) menjelaskan tentang karakteristik anak dengan gangguan perilaku dan emosi, sebagai berikut:

  1. Intelegensi dan prestasi belajar

Beberapa ahli, seperti dikutip oleh Hallahan & Kauffan, 1998. Menemukan bahwa anak-anak dengan gangguan ini memiliki inteligensi dibawah normal (sekitar 90) dan beberapa di atas bright normal.

  1. Karakteristik sosial dan emosi, agresif, acting-out behavior (externalizing)

Conduct disorder (gangguan perilaku) merupakan permasalahan yang paling sering ditunjukan oleh anak dengan gangguan emosi dan perilaku. Perilaku-perilaku tersebut seperti: memukul, berkelahi, mengejek, berteriak, menolak untuk menuruti permintaan orang lain, menangis, merusak, yang apabila terjadi dengan frekuensi tinggi maka anak dapat dikatakan mengalami gangguan. Anak normal lain mungkin juga melakukan perilaku-perilaku tersebut tetapi tidak secara impulsif dan sesering anak dengan conduct disorder.

  1. Immature, withdrawl behavior (internalizing)

Anak sengan gangguan ini menunjukkan perilaku immature (tidak matang atau kenak-kanakan) dan menarik diri dari lingkungan. Mereka mengalami keterasingan sosial, hanya mempunyau bberapa orang teman, jarang bermain dengan anak susianya dan kurang memiliki ketrampilan sosial yang dibutuhkan untuk bersenang-senang.

 

B.       Pengertian Anak Hiperaktif

Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktifitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut minimal brain dysfunction syndrome. Terhadap kondisi siswa yang demikian, biasanya para guru sangat susah mengatur dan mendidiknya. Di samping karena keadaan dirinya yang sangat sulit untuk tenang, juga karena anak hiperaktif sering mengganggu orang lain, suka memotong pembicaran guru atau teman, dan mengalami kesulitan dalam memahami sesuatu yang diajarkan guru kepadanya.

Dr. Seto Mulyadi dalam bukunya “Mengatasi Problem Anak Sehari-hari“ mengatakan pengertian istilah anak hiperaktif adalah : Hiperaktif menunjukkan adanya suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak. Perilaku ini ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif.

Sani Budiantini Hermawan, Psi., “Ditinjau secara psikologis hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian.

Para ahli mempunyai perbedaan pendapat mengenai hal ini, akan tetapi mereka membagi ADHD ke dalam 3 jenis berikut ini:

  1. Tipe anak yang tidak bisa memusatkan perhatian.

Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, tetapi tidak hiperaktif atau Impulsif. Mereka tidak menunjukkan gejala hiperaktif. Tipe ini kebanyakan ada pada anak perempuan. Mereka seringkali melamun dan dapat digambarkan seperti sedang berada “di awang-awang”.

 

 

  1. Tipe anak yang hiperaktif dan impulsive.

Mereka menunjukkan gejala yang sangat hiperaktif dan impulsif, tetapi bisa memusatkan perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan pada anak- anak kecil.

  1. Tipe gabungan.

Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan impulsif. Kebanyakan anak anak termasuk tipe seperti ini. Jadi yang dimaksud dengan hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh perhatian dan impulsif (bertindak sekehendak hatinya). Anak hiperaktif selalu bergerak dan tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan yang disukai oleh anak-anak lain seusia mereka, dikarenakan perhatian mereka suka beralih dari satu fokus ke fokus yang lain. Mereka seakan-akan tanpa henti mencari sesuatu yang menarik dan mengasikkan namun tidak kunjung dating.

 

C.      Karakteristik Anak Hiperaktif

Dalam buku “Dinamika Pendidikan”  Ibnu Syamsi (1997) menjelaskan ada empat karakteristik dari anak hiperaktif, yaitu:

  1. Overaktivity

Anak overaktivity adalah anak yang suka bergerak  disekitarnya, sering dan lebih cepat, dan gerakan itu tanpa  tujuan. Di sekolah pun mereka sering keluar dari tempat duduk, sewaktu duduk pun kaki dan tangannya tidak pernah diam.  Hal ini menjadikan anak hiperaktif kelihatannya seperti anak yang nakal dan susah diatur.

  1. 2.         Distratibility (kebingungan)

Distratibility adalah tingkah laku yang kurang mendapatkan perhatian. Secara khusus, anak ini mengalami hiperaktif dengan cirri-ciri yaitu:

  1. Mempunyai jangka waktu perhatian yang pendek  dan perhatiannya tidak tertambat pada aktivitas yang diikuti oleh sebagian anak-anak.
  2. Fokus perhatiannya berganti dengan cepat  dan sedikit proses belajar yang terjadi dapat dirasakan.
  3.  Mempunyai kesulitan untuk memberikan perhatian dan mengarahkan pada rangsangan-rangsangan saat pelajaran di sekolah.
  4. 3.         Impulsifity (menurut kata hati)

Impulsifity adalah tingkah laku yang kecenderunganya cepat atau tidak sistematis  dan tidak menghiraukan akibat yang mungkin terjadi dari tindakannya. Tingkah laku anak ini seperti:  memanjat pohon dan tidak dapat turun, menyinggung perasaan orang lain dengan ucapannya, dan berlari diiantara mobil yang diparkir untuk mencari sesuatu.

  1. 4.         Exitability (mudah tersinggung)

Exitability adalah tingkah laku yang mudah terangsang untuk sifat positif dan negatif seperti: lekas marah, toleransi yang rendah dan kecewa, perubahan suasana hati  secara dramatis dan cepat. Tingkah lakunya juga sulit diduga, sehingga sulit berinteraksi dengan lingkungannya.

 

D.      Penyebab Hiperaktif

Dalam buku “Anak yang Hiperaktif”  Erick Taylor (1997) menjelaskan ada lima penyebab dari anak hiperaktif, yaitu:

  1. Kondisi Saat Hamil danPersalinan

Kondisi saat hamil dan persalinan merupakan suatu kondisi yang perlu diperhatikan demi perkembangan anak.  Kondisi janin yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif misalnya keracunan pada akhir kehamilan (ditandai dengan tingginya tekanan darah, pembengkakan kaki dan ekskresi protein melalui urin), cedera pada otak akibat komplikasi persalinan.

  1. Cedera

Cedera yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif adalah cedera pada otak sesudah lahir. Hal ini  disebabkan oleh benturan kuat pada kepala anak.

  1. Tingkat Keracunan Timbal

Keracunan timbal yang parah dapat mengakibatkan kerusakan otak. Hal ini ditandai dengan kesulitan konsentrasi, belajar dan perilaku hiperaktif. Polusi timbal berasal dari industri peleburan baterai, mobil bekas, asap kendaraan atau cat rumah yang tua. Obat untuk mengeluarkan timbal dari dalam tubuh hanya diberikan di bawah pengawasan dokter bagi anak kadar timbalnya sudah sangat tinggi, karena obat tersebut mempunyai efek samping.

  1. Lemah Pendengaran

Lemah pendengaran disebabkan oleh infeksi telinga sehingga anak tidak dapat mereproduksi bunyi yang didengarnya. Akibatnya, tingkah laku menjadi tidak terkendali dan perkembangan bahasanya yang lamban. Segeralah hubungi dokter THT jika anak menunjukkan ciri berikut: perkembangan bahasa yang lambat, lebih banyak memperhatikan mimik lawan bicara, dan lebih banyak berreaksi terhadap perubahan mimik dan isyarat.

 

  1. Faktor Psikis

Faktor psikis lebih banyak dipengaruhi oleh hubungan anak dengan dunia luar. Meskipun jarang, hubungan dengan anggota keluarga dapat pula menjadi penyebab hiperaktivitas. Contoh kasusnya seperti: orang tua yang bersikap sangat tegas menyuruh anak berdiri 15 menit di pojok ruangan untuk mengatasi ketidakdisiplinannya. Tapi setelah 15 menit berlalu, maka anak malah mempunyai energi berlebih yang siap meledak dengan akibat lebih negatif dibanding kesalahan sebelumnya.

 

E.       Cara Mengenali anak hiperkatif

Di sekolah anak hiperaktif bisa dikenali antara lain pada anak yang memperlihatkan gejala-gejala:

  1. Sering tidak mampu menyelesaikan tugas guru, terutama yang memerlukan konsentrasi dalam waktu lama, walaupun bentuknya permainan.
  2. Jika diajak berbicara sulit memperlihatkan perhatian kepada lawan bicaranya.
  3. Mudah berubah perhatian terutama jika ada bentuk stimulus dari luar.
  4. Menjawab atau berkata spontan tanpa pikir, sering tidak ada hubungannya dengan yang sedang menjadi topik pembicaraan.
  5. Di tempat duduk sering gelisah, suka bergerak; sulit mempertahankan diri untuk diam lebih dari lima menit.
  6. Sering melontarkan pertanyaan tak bermakna selama pelajaran.
  7. Suka mengganggu teman-temannya, membuat gaduh, tidak mudah menurut tata disiplin kelas.
  8. Sering menggerak-gerakkan tangan atau kaki ketika duduk, atau sering menggeliat.
  9. Sering meninggalkan tempat duduknya, padahal seharusnya ia duduk manis.
  10. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada keadaan yang tidak selayaknya.
  11. Sering tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan tenang.
  12. Selalu bergerak, seolah-olah tubuhnya didorong oleh mesin. Juga, tenaganya tidak pernah habis.
  13. Sering terlalu banyak bicara.
  14. Sering sulit menunggu giliran.
  15. Sering memotong atau menyela pembicaraan.
  16. Jika diajak bicara tidak dapat memperhatikan lawan bicaranya (bersikap apatis terhadap lawan bicaranya).
  17. Kemampuan akademik tidak optimal
  18. Kecerobohan dalam hubungan sosial
  19. Kesembronoan dalam menghadapi situasi yang berbahaya
  20. Sikap melanggar tata tertib secara impulsif

F.       Cara menangani anak hiperaktif

Menurut Dr. Mary Go Setiawani (2000) upaya yang perlu dilakukan dalam menangani anak hiperaktif melalui:

  1. Penggunaan Obat

Dokter umumnya menganjurkan penggunaan obat untuk menolong anak yang hiperaktif, dan hal itu pun sudah dibuktikan bermanfaat dalam menenangkan mereka. Jika masalahnya cukup serius dan penyebabnya bukan masalah emosi, maka penggunaan obat harus sesuai dengan petunjuk dokter dan jangan sampai ada efek sampingannya. Penting sekali untuk berkonsultasi dengan dokter ahli saraf.

  1. Pengaturan Makanan

Dalam konsultasi dengan dokter sebaiknya orangtua menanyakan apakah anaknya itu alergi terhadap satu macam makanan. Selain itu, perlu ada pengendalian terhadap makanan sebab ada banyak bukti terhadap kebenaran ini. Dalam keseharian pengaturan makanan dari orang tua juga sangat penting antara lain:

  1. Hindarkan Pemanjaan

Anak jangan dimanjakan jika tahu bahwa penyebab hiperaktifnya karena masalah biologis. Orangtua harus bertahan dengan peraturan yang telah diberikan dan menuntut anak agar menaatinya. Tunjukkan dengan mantap dan wibawa bahwa orangtua ingin ditaati oleh anak-anaknya supaya pernyataan ini juga memberi rasa aman kepada anak. Sikap bertahan ini bukan berarti kejam, keras, diktator atau berhati baja, tetapi sebaliknya justru untuk membina dan mengajar anak tentang apa yang harus mereka lakukan. Cara penangannya antara lain:

 

  1. Menciptakan Lingkungan yang Tenang

Orang tua berupaya menciptakan suasana yang tenang di tempat anak itu biasa bergerak, misalnya: di kamar atau di ruang bermain. Bila lingkungan tempat tinggalnya sangat bising, sebaiknya pindah rumah agar anak itu dapat bertumbuh dalam situasi yang baik.

  1. Memilih Acara Televisi dengan Hati-hati

Acara televisi yang menampilkan adegan kekerasan, lagu yang ribut dan sinar yang bergerak menyilaukan, dapat merangsang anak dan mengakibatkan mereka emosional. Cegahlah anak untuk meniru adegan-adegan yang tidak baik. Oleh sebab itu, pilihlah acara televisi yang beradegan lembut dan baik.

  1. Gunakan Tenaga Ekstra dengan Tepat

Anak hiperaktif biasanya kurang dapat mengendalikan diri. Namun, apabila sikap agresifnya dapat disalurkan dalam aktivitas yang tepat, sesungguhnya akan mengurangi keonaran. Misalnya dengan mengizinkan dia mengikuti aktivitas di luar rumah atau membuat pekerjaan rumah bersama teman atau mengikutsertakan dalam proses belajar mengajar di kelas, sehingga dengan demikian ia dapat menyalurkan tenaga ekstranya dengan benar.

  1.  Membimbing dalam Kebenaran

Meski anak hiperaktif sering tidak mampu menguasai diri dengan perilakunya, orangtua atau guru tidak seharusnya bersikap acuh dan menyerah. Setiap perilaku yang tidak dapat diterima harus dicegah, kemudian tentukan suatu standar yang sesuai dengan kebenaran. Perlu ada kesabaran untuk mengajarkan hal ini, walaupun harus dilakukan secara berulang-ulang. Apabila orangtua tidak putus asa, anak akan mempunyai harapan untuk disembuhkan. Hal lain yang tidak boleh dilupakan adalah mengajak anak untuk berdoa kepada Tuhan dan bersandar pada pertolongan-Nya.

 

 

 

 

Adapun cara penangan anak hiperaktif dalam penerapan di pemebelajaran, antara lain:

  1. Atur suasana ruangan dengan menjaga pencahayaan yang redup atau menyetel musik relaksasi ketika anak hiperaktif butuh ketenangan.
  2. Sediakan waktu untuk menampung energi ekstra, seperti lari berkeliling dan berolahraga setiap harinya.
  3. Penyederhanaan materi pelajaran
  4. Fokus pada apa yang bisa menimbulkan minat dan kesukaan
  5. Metode dan pendekatan yang penuh variasi dan peraga yang menarik dan berubah-ubah
  6. Perhatian dan kasih sayang
  7. Jauhkan anak dari hal-hal yang bisa menyimpangkan perhatian selama di kelas, seperti gambar-gambar, mainan, jendela yang mengarah ke luar, teman-teman yang bisa menarik perhatian.
  8.  jika ada dalam satu kelas dengan anak lain (yang normal) hendaknya ia diberikan teman duduk atau teman main yang mau mengerti keadaannya dan bertoleransi. Tempatkan ia di depan sehingga perhatiannya hanya tertuju kepada guru, tak terganggu adanya anak-anak lain.
  9. Tekankan pada disiplin dan kerja sama/interaksi, misalnya dalam kelompok-kelompok kecil.

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.      Kesimpulan

Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktifitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut minimal brain dysfunction syndrome. Terhadap kondisi siswa yang demikian, biasanya para guru sangat susah mengatur dan mendidiknya. Di samping karena keadaan dirinya yang sangat sulit untuk tenang, juga karena anak hiperaktif sering mengganggu orang lain, suka memotong pembicaran guru atau teman, dan mengalami kesulitan dalam memahami sesuatu yang diajarkan guru kepadanya.

Dalam buku “Dinamika Pendidikan”  Ibnu Syamsi (1997) menjelaskan ada empat karakteristik dari anak hiperaktif, yaitu:

  1. Overaktivity
  2. 2.      Distratibility (kebingungan)
  3. 3.      Impulsifity (menurut kata hati)
  4. 4.      Exitability (mudah tersinggung)

Menurut Dr. Mary Go Setiawani (2000) upaya yang perlu dilakukan dalam menangani anak hiperaktif melalui:

  1. Penggunaan Obat
  2. Pengaturan Makanan
  3. Hindarkan Pemanjaan
  4. Menciptakan Lingkungan yang Tenang
  5. Memilih Acara Televisi dengan Hati-hati
  6. Gunakan Tenaga Ekstra dengan Tepat
  7.  Membimbing dalam Kebenaran

B.       Saran

Dari pembahasan yang sudah diuraikan pada bab ii maka adapun saran yang kami tujukan bagi para pendidik khususnya anak usia dini untuk sedini mungkin melakukan upaya deteksi dini terhadap gangguan-gangguan perkembangan yang mungkin muncul dalam diri anak sehingga sedini pula gangguan tersebut dapat ditangani secara khusus.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Syamsi dalam dina. 2011. Anak Hiperaktif. http://blogpoenyadina.blogspot.com. Di unduh pada 23 maret 2013

Singgih D. Gunarsa, Dra. 1978. Psikologi Anak Bermasalah. Jakarta: BPK Gunung Mulia

 

SENI TARI DAN DRAMA UNTUK AUD

Makalah

oleh : Yhana Pratiwi

yhana.pratiwi@gmail.com

DAFTAR ISI

 

DAFTAR ISI. 1

BAB I PENDAHULUAN.. 2

A.         Latar Belakang. 2

B.         Tujuan. 2

BAB II PEMBAHASAN.. 4

A.       Pengertian, Karakterisitik, Jenis, Manfaat, Unsur-unsur dan Konsep Pembelajaran Seni Tari Untuk Anak Usia Dini. 4

1.    Pengertian Tari 4

2.    Karakteristik Tari Anak Usia Dini 4

3.    Jenis Tari 5

4.    Manfaat  Tari Untuk Anak. 5

5.    Unsur-unsur tari 6

6.    Konsep Pembelajaran Tari Untuk Anak Usia Dini 8

B.         Pengertian, Karakteristik, Jenis, Manfaat, Unsur-unsur, dan Konsep Pembelajaran Drama Untuk Anak Usia Dini. 9

1.    Pengertian Drama. 9

2.    Karakteristik Drama Anak Usia Dini 10

3.    Jenis-jenis Drama. 10

4.    Manfaat Drama untuk Anak. 10

5.    Unsur-unsur Drama. 11

6.    Konsep Pembelajaran Drama Untuk Anak Usia Dini 15

BAB III PENUTUP.. 17

A.         Kesimpulan. 17

DAFTAR PUSTAKA.. 18

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.      Latar Belakang

Pendidikan seni tari dan drama berperan sangat penting khususnya dalam lingkup pendidikan anak usia dini. Bahwa diketahui karakteristik anak usia dini adalah individu yang aktif dan terus bergerak. Disinilah tugas sebagai pendidik untuk memfasilitasi kebutuhan anak didik untuk tetap mengembangkan seluruh kemampuan anak dengan memperhatikan karakteristik anak usia dini. Dalam kenyataan, pembelajaran seni tari dan drama ini sangat diminati anak-anak, karena disinilah anak dapat mengeksplorasi diri mereka sendiri untuk berkespresi namun tetap bersifat mengembangkan komptensi.

Diketahui, beberapa perkembangan anak usia dini yang perlu dikembangkan adalah 4 aspek perkembangan, antara lain kognitif, afektif, sosial, dan psikomotorik. Diharapkan melalui pembelajaran seni tari dan drama anak didik dapat mengembangkan keempat aspek perkembangan tersebut. Disinilah peran pendidik khususnya pendidik anak usia dini mengetahui mengenai ruang lingkup seni tari dan drama untuk anak usia dini sebagai pedoman saat hendak menerapkan pembelajaran di lapangan secara tepat.

Adapun dalam makalah kelompok ini akan dibahas mengenai ruang lingkup seni tari dan drama khususnya untuk anak usia dini.

B.       Tujuan

Tujuan dari makalah ini dibuat adalah :

  1. Menjelaskan pengertian, karakteristik, jenis, manfaat, unsur-unsur dan konsep pembelajaran seni tari untuk anak usia dini.
  2. Menjelaskan pengertian, karakteristik, jenis, manfaat, unsur-unsur dan konsep pembelajaran drama untuk anak usia dini.

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.      Pengertian, Karakterisitik, Jenis, Manfaat, Unsur-unsur Dan Konsep Pembelajaran Seni Tari Untuk Anak Usia Dini.

1.    Pengertian Tari

  1. Soedarsono :

Tari adalah ekspresi jiwa manusia melalui gerak ritmis yang indah. Untuk membuat gerak yang ritmis dan indah ini perlu adanya penggarapan. Penggarapn tersebut bisa berupa stilisasi dan distorsi. Gerak yang sudah melalui proses penggarapan berupa gerak murni (faktor indah) dan gerak maknawi (mengandung maksud tertentu). Gerak maknawi dibagi lagi menjadi gerak Imitatif( binatang & alam), gerak mimitif (manusia).

  1. Pendapat Penulis :

Tari untuk anak usia dini adalah ekspresi suatu individu yang diungkapkan melalui media gerak dengan iringan lagu yang gembira dengan sesuai dengan tujuan edukatif untuk anak usia dini .

 

2.    Karakteristik Tari Anak Usia Dini

Gerak dan Lagu di TK bahwa secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa karakteristik gerak fisik anak TK adalah :

  1. bersifat sederhana,
  2. bersifat maknawi dan bertema, artinya tiap gerak mengandung tema tertentu.
  3. gerak anak menirukan gerak keseharian orang tua dan juga orang-orang yang berada di sekitarnya,
  4. anak juga menirukan gerak-gerak binatang.

 

Seorang guru TK dalam menata sebuah tari-tarian bagi anak TK harus memperhatikan dua hal yaitu, harus memperhatikan bagian-bagian tubuh yang dapat dilatih dari karakteristik atau ciri-ciri gerak anak.

 

3.    Jenis Tari

Jenis tarian untuk anak-anak cenderung bersifat bebas dan fleksibel, ada tari jawa yang khusus diciptakan untuk anak-anak, atau ada jenis tari yang khusus dibuat sendiri oleh pendidik dan anak sesuai kebutuhan. Apabila suatu karya cipta gerak tari sudah tersusun dan menjadi satu kesatuan tari anak, maka dibentuklah menjadi satu bentuk tari dan sebuah jenis tari yang sesuai dengan karakteristik dan sifat anak TK yang memiliki sifat kegembiraan atau kesenangan, geraknya yang lincah dan sederhana, dan iringan musiknya pun mudah dipahami oleh anak.

 

4.    Manfaat  Tari Untuk Anak

Manfaat Tari untuk anak :

  1. Anak menjadi lebih kreatif karena gerak hasil penataan langsung oleh guru dpat mengembangkan mereka untuk membuat gerakan-gerakan sendiri. Mereka menggunakan barang-barang, benda-benda, atau tumbuhan yang ada di sekitar para pemain. Hal itu mendorong mereka untuk lebih kreatif menciptakan gerak tarian. Bisa digunakan sebagai terapi terhadap siswa saat berekplorasi mencari gerakan, siswa saat menari akan melepaskan emosinya. Mereka berteriak, tertawa, dan bergerak. Kegiatan semacam ini bisa digunakan sebagai terapi untuk siswa yang memerlukannya kondisi tersebut.
  2. Mengembangkan kecerdasan majemuk ; Manfaat tari mampu membantu anak untuk mengembangkan kecerdasan intelektualnya. Sebab, kreatifitas tersebut akan menggali wawasan siswa terhadap beragam pengetahuan. Mengembangkan kecerdasan emosi dan antar personal anak tarian dilakukan secara berkelompok. Dengan berkelompok anak akan mengasah emosinya sehingga timbul toleransi dan empati terhadap orang lain, nyaman dan terbiasa dalam kelompok. Mengembangkan kecerdasan kinestetik anak Pada umumnya, tari juga mendorong anak-anak untuk bergerak, seperti melompat, berputar, dan gerakan-gerakan lainnya. Mengembangkan kecerdasan natural anak Banyak alat-alat permainan yang dibuat/digunakan dari tumbuhan, tanah, genting, batu, atau pasir. Aktivitas tersebut mendekatkan anak terhadap alam sekitarnya sehingga anak lebih menyatu terhadap alam. Mengembangkan kecerdasan spasial anak membuat komposisi tari mendorong anak untuk mengenal konsep ruang.

 

5.    Unsur-unsur tari

  1. Gerak

Gerak merupakan medium pokok dalam seni tari. Karena merupakan media yang pertama-tama digunakan untuk alat ungkap dan ditangkap oleh penonton. Agar gerak tersebut dapat mewakili maksud yang hendak diungkapkan, maka perlu adanya penataan/penggarapan yang tepat. Melalui penggarapan itulah, suatu gerakan akan mempunyai kualitas atau bobot yang ditentukan sesuai dengan maksud penggarapannya.

Ada beberapa hal yang perlu diketahui untuk gerakan tari yang diberikan untuk anak usia dini adalah gerakan dasar atau sederhana. Gerakan ini memudahkan anak untuk mengikuti dan menghafalkan. Gerakan dasar atau sederhana meliputi: mengayunkan tangan, menggerakan kaki, mengangkat kaki/tangan dan sebagainya.

  1. Tenaga

Tenaga merupakan suatu kekuatan atau muatan stamina yang dibangun dalam gerakan. Tanpa adanya pengaturan tenaga yang jelas, maka gerak tari bagaikan sebuah benda yang bergerak melintas begitu saja. Sekecil apapun penggunaan tenaga yang diperlukan dalam gerak tari, perlu dipahami dan dapat disalurkan dalam tubuh. Karena dengan penggunaan tenaga yang berbeda akan menghasilkan kesan dinamika yang berbeda pula.

Dalam kegiatan tari untuk anak usia dini diperlukan persiapan khusus agar anak dapat melakukan kegiatan ini secara santai dan rileks. Adapun persiapan yang perlu diperhatikan sebelum anak latihan menari adalah: menggunakan kaos/pakaian yang memudahkan untuk bergerak, menyiapkan air minum, sebelum anak memulai latihan pastikan dalam keadaan tidak lapar, tidak sakit, dan semangat.

  1. Ruang

Adalah tempat di sekitar obyek bergerak. Atau dengan kata lain, ruang adalah keseluruhan arena yang nampak di udara. Kesan ruang bisa hadir dari posisi gerak tubuh, volume gerak tubuh, kedudukan/penempatan penari di atas panggung. Kesan ruang dalam tubuh akan nampak dari posisi anggota badan dalam membentuk suatu gerakan.

Ruang juga sangat penting dipersiapkan saat kagiatan menari berlangsung. Kita ketahui bahwa anak usia dini memerlukan aktivitas fisik yang banyak dan cenderung aktif sehingga disinilan pendidik menyiapkan ruang yang memungkinkan anak dapat bergerak bebas. Bila akan berlangsung dikelas, setting kelas dengan spasi yang luas dengan kursi anak agak dirapatkan ke belakang kelas sehingga anak bisa memudahkan untuk bergerak.

  1. Waktu

Perjalanan setiap gerak tari akan menghadirkan kesan tertentu. Bagaimana gerak itu dibuat dan dilakukan untuk memperoleh kesan tersebut, tergantung pada pola waktu atau penataan unsur waktu, yaitu tentang penggarapan cepat-lambat maupun panjang-pendeknya suatu gerak tari.

Sebaiknya kegiatan tari untuk anak usia dini dilakukan saat anak merasa tidak kelelahan. Dapat dilakukan di pagi hari atau sore hari. Atau biasanya dilakukan pada saat awal atau akhir pembelajaraan berlangsung.

 

  1. Iringan

Gerak dan musik merupakan suatu kesatuan dalam tari. Namun demikian bukan berarti setiap gerakan atau tarian memerlukan musik iringan yang jelas secara auditif, tetapi bisa berupa kesan musikal saja. Kesan musik tersebut bisa dilihat/dirasakan pada unsur ritme atau irama. Dari pemahaman irama tersebut terjalinlah nafas kehidupan, sehingga dapat menghasilkan suasana tertentu dalam penghayatan.

 

6.    Konsep Pembelajaran Tari Untuk Anak Usia Dini

Mengingat anak usia 4-6 tahun temperamennya masih polos dan apa adanya, guru mempersiapkan banyak hal untuk dapat berhasil dalam proses pembelajaran dengan memuaskan.

Pendekatan pembelajaran tari yang berorientasi pada children centre di sekolah pada dasarnya mengacu pada prinsip-prinsip Pembelajaran berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak yaitu salah satunya siswa belajar dengan baik apabila kebutuhan fisiknya terpenuhi serta merasakan aman dan tentram secara psikologis.

Kondisi yang memungkinkan seseorang menciptakan produk tari kreativitas yang bermakna ialah kondisi pribadi dan kondisi lingkungan yang cukup mendukung atau kondusif untuk memberikan rangsang auditif, visual, kinestetik, gagasan dan peraba tidak meniru atau mencontoh karya orang lain.
Minat anak akan bangkit apabila suatu bahan yang diajarkan sesuai dengan kebutuhan siswa didik. sumber belajar dapat berupa segala macam alat atau situasi yang dapat membantu dan bahkan memperkaya dan memperjelas pemahaman siswa didik terhadap sesuatu yang sedang dipelajarinya bahkan membantu siswa memperkaya pengalaman.

Pada usia 4 – 6 tahun, anak masuk dalam kelompok bermain, maka kemampuan dalam menyerap materi tari juga masih juga bersifat bermain-main, belum dapat berlatih secara serius dan bersungguh-sungguh. Maka syarat materinya harus sederhana, praktis dan dinamis.

Sederhana maksudnya adalah materi tari diambil dari gerak-gerak yang biasa dilakukan anak-anak sehari-hari, seperti bertepuk tangan, melonjak-lonjak, merangkak, berjalan, berlari, melambaikan tangan, mengangguk-angguk, berguling-guling dan sebagainya.

Praktis maksudnya adalah materi tari dipilih dari gerak-gerak yang mudah (tidak rumit, tidak sulit), murah (tidak perlu mengeluarkan biaya kursus/latihan tersendiri), aman (tidak beresiko bahaya), umum (bisa dilakukan oleh siapa saja, tua, muda, laki-laki, perempuan), fleksibel (pantas dilakukan dimana saja, kapan saja, sopan/tidak mengandung resiko etika).

Dinamis, artinya gerak-gerak yang disusun harus bervariasi, tidak membosankan, karena pada usia bermain anak belum bisa peka terhadap irama dengan ritme-ritme yang sulit, iringan tarinya biasanya monoton, maka geraknya dipilih yang berubah-ubah (meskipun berangkat dari pengulangan tetapi ditata dengan penambahan atau perubahan arah, sehingga tidak kentara pengulangannya).

Selain anak didik yang menjadi perhatian utama, tetapi guru juga perlu memilik beberapa kompetensi yang dimiliki dengan upaya pembelajaran tari untuk anak usia dini lebih bermakna

 

B.       Pengertian, Karakteristik, Jenis-jenis, Manfaat, Unsur-unsur, dan Konsep Pembelajaran Drama Untuk Anak Usia Dini.

1.      Pengertian Drama

Rendra,1993 : 97 mengatakan bahwa drama atau sandiwara adalah seni yang mengungkapkan pikiran atau perasaan orang dengan mempergunakan laku jasmani, dan ucapan kata-kata.

Harymawan, (1988;  2) menyampaikan bahwa kata drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi, dan sebagainya; dan drama  berarti: perbuatan, tindakan.

Menurut penulis, drama adalah perasaan manusia yang dituangkan melalui tindakan gerakan susuai naskah drama yang telah dibuat sebelumnya.

2.      Karakteristik Drama Anak Usia Dini

Drama untuk orang dewasa sangat berbeda dengan drama untuk anak usia dini, baik dilihat dari cara menampilkan, ekspresi, naskah drama, tema, durasi dan kesulitan adegan.

Adapun beberapa karakteristik drama untuk anak usia dini:

  1. Naskah drama dibuat sederhana baik cerita maupun adegan yang harus diperankan
  2. Ceritanya dekat dengan kehidupan anak
  3. Persiapan, pelaksanaan, serta pementasan dibantu oleh pendidik atau orang tua murid.

 

3.      Jenis-jenis Drama

Drama dibedakan menurut masa nya, anatara lain:

  1. Drama baru / Drama modern. Drama baru adalah drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari.
  2. Drama lama / Drama klasik. Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan istana atau kerajaan, kehidupan dewi-dewi, kejadian luar biasa, dll.

 

4.      Manfaat Drama untuk Anak

  1. Memupuk kerja sama yang baik dalam pergaulan sosial.
  2. Memberikan kesempatan kepada anak untuk melahirkan daya kreasi masing-masing.
  3. Mengembangkan emosi yang sehat pada anak-anak.
  4. Menghilangkan sifat malu, gugup, tegang, takut, dll.
  5. Mengembangkan apresiasi dan sikap yang baik.
  6. Menghargai pendapat dan pikiran yang baik.

 

5.      Unsur-unsur Drama

  1. Judul

Judul adalah kepala karangan atau nama yang dipakai untuk buku atau bab dalam buku yang dapat menyiratkan isi buku tersebut. Judul suatu karya (buku) drama juga merupakan kunci untuk melihat keseluruhan makna drama. Judul isi karangan selalu berkaitan erat. Drama sebagai karya sastra dan merupakan cabang sini tergolong sebagai karya fiksi. Sugiarta dalam Sudjarwadi (2004) menjelaskan, judul pada karya fiksi bersifat manasuka, dapat diambil dari nama salah satu tempat atau tokoh dalam cerita, dengan syarat sebaiknya melambangkan isi cerita untuk menarik perhatian.

 

  1. Tema

Tema adalah ide yang mendasari cerita sehingga berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya  Tema dikembangkan dan ditulis pengarang dengan bahasa yang indah sehingga menghasilkan karya sastra atau drama. Tema merupakan ide pusat atau pikiran pusat, arti dan tujuan cerita, pokok pikiran dalam karya sastra, gagasan sentral yang menjadi dasar cerita dan dapat menjadi sumber konflik-konflik.

 

  1. Plot atau alur

Menurut Sudjarwadi (2005), plot atau alur dalam drama tidak jauh berbeda dengan plot atau alur dalam prosa fiksi. Dalam drama juga mengenal tahapan plot yang dimulai dari tahapan permulaan, tahapan pertikaian, tahapan perumitan, tahapan puncak, tahapan peleraian, dan tahapan akhir. Hanya saja dalam drama plot atau alur itu dibagi menjadi babak-babak dan adegan-adegan.

Babak adalah bagian dari plot atau alur dalam sebuah drama yang ditandai oleh perubahan setting atau latar. Sedangkan adegan merupan babak yang ditandai oleh perubahan jumlah tokoh ataupun perubahan yang dibicarakan.

 

  1. Tokoh cerita dan perwatakan

Tokoh cerita adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh cerita dapat berupa manusia, binatang, makhluk lain seperti malaikat, dewi-dewi, bidadari, setan atau iblis, jin, setan, sikuman, roh, dan benda-benda yang diinsankan. Tokoh dalam karya sastra memiliki perwatakan. Adanya watak yang berbeda-beda menyebabkan timbulnya peristiwa atau konflik yang membuat cerita semakin menarik. Berdasarkan segi peran atau tingkat pentingnya tokoh dalam suatu cerita dibedakan menjadi dua bagian. Yaitu central character (tokoh utama) dan peripheral character (tokoh tambahan). Ada dua macam tokoh, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penderitaannya dalam suatu karya sastra (drama).

Ada tiga kriteria untuk menentukan tokoh utama, yaitu :

1)      Mencari tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh lain.

2)      Mencari tokoh yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan

3)      Melihat intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa yang membangun cerita (tema)

Berdasarkan fungsinya dalam drama, tokoh cerita ada empat macam, yaitu tokoh protagonis, antagonis, tritagonis, dan peran pembantu. Ada pula pendapat lain, bahwa ada tiga macam tokoh cerita, yaitu tokoh utama, tokoh pendamping, dan tokoh tambahan. Berdasarkan wataknya, tokoh cerita dibedakan menjadi dau jenis, yaitu flat character (tidak mengalami perubahan) dan round character (mengalami perubahan).

 

  1. Teknik Dialog

Teknik dialog sangat penting di dalam drama. Dialog merupakan ciri khas suatu karya drama. Adanya teknik dialog secara visual membedakan karya drama dengan yang lain, yaitu puisi dan prosa. Dialog ada juga di dalam puisi dan prosa, tetapi tidak semutlak di dalam drama. Dialog di dalam drama tidak boleh diabaikan karena pada dasarnya drama merupakan dialog para tokoh cerita. Dialog adalah percakapan tokoh cerita. Dalam struktur lakon, dialog dapat ditinjau dari segi estetis dan segi teknis. Dari segi estetis, dialog merupakan faktor literer dan filosofis yang mempengaruhi struktur keindahan lakon. Dari segi teknis, dialog biasanya diberi catatan pengucapan yang ditulis dalam tanda kurung. Dialog melancarkan cerita atau lakon. Dialog mencerminkan pikiran tokoh cerita. Dialog mengungkapkan watak para tokoh cerita. Dialog merupakan hubungan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dialog berfungsi menghubungkan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dialog juga berfungsi menggerakan cerita dan melihat watak atau kepribadian tokoh cerita.

Ada dua macam tenik dialog, yaitu monolog dan konversi (percakapan). Ada juga teknik dialog dalam bentuk prolog dan epilog. Prolog berarti pembukaan atau peristiwa pendahuluan yang diucapakan pemeran utama dalam sandiwara. Epilog berarti bagian penutup pada karya drama untuk menyampaikan atau menafsirkan maksud karya drama tersebut.

 

  1. Konflik

Konflik adalah pertentangan. Tokoh cerita dapat mengalami konflik, baik konflik dengan diri sendiri, dengan orang / pihak lain, maupun dengan lingkungan alam. Seperti halnya biasa, tokoh cerita dalam drama juga mengalami konflik. Konflik dapat membentuk rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan kausalitet. Konflik di dalam karya drama dapat menimbulkan atau menambah nilai estetik. Tanpa konflik antar tokoh cerita, suatu karya drama terasa monoton, akibatnya pembaca atau penonton drama menjadi bosan.

 

  1. Latar

Latar merupakan unsur struktural yang sangat penting. Latar di dalam lakon atau crita drama harus mendukung para tokoh cerita dan tindakannya. Pengarang tentu membuat latar membuat latar yang tepat demi keberj\hasilan dan keindahan struktur drama. Penggunaan latar yang berhasil juga menentukan keberhasilan suatu karya drama. Penyaji latar yang tepat dapat menciptakan warna kedaerahan yang kuat sehingga dapat menghidupkan carita. Latar adalah lingkungan tempat berlangsungnya peristiwa yang dapat dilihat, termasuk di dalamnya aspek waktu, iklim, dan periode sejarah. Latar mendukung dan menguatkan tindakan tokoh-tokoh cerita. Latar memberikan pijakan cerita dan kesan realistis kepada pembaca untuk menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1995).

Fungsi latar yaitu:

1)        menggambarkan situasi

2)        proyeksi keadaan batin para tokoh cerita

3)        menjadi metafor keadaan emosional dan spiritual tokoh cerita

4)        menciptakan suasana

  1. Amanat

Menurut Akhmad Saliman (1996 : 67) amanat adalah segala sesuatu yang ingin disampaikan pengarang, yang ingin ditanakannya secara tidak langsung ke dalam benak para penonton dramanya.

Harimurti Kridalaksana (183) berpendapat amanat merupakan keseluruhan makna konsep, makna wacana, isi konsep, makna wacana, dan perasaan yang hendak disampaikan untuk dimengerti dan diterima orang lain yang digagas atau ditujunya.

Amanat di dalam drama ada yang langsung tersurat, tetapi pada umumnya sengaja disembunyikan secara tersirat oleh penulis naskah drama yang bersangkutan. Hanya pentonton yang profesional aja yang mampu menemukan amanat implisit tersebut.

 

  1. Bahasa

Menurut Akhmad Saliman (1996 : 68), bahasa yang digunakan dalam drama sengaja dipilih pengarang dengan titik berat fungsinya sebagai sarana komunikasi.

Setiap penulis drama mempunyai gaya sendiri dalam mengolah kosa kata sebagai sarana untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Selain berkaitan dengan pemilihan kosa kata, bahasa juga berkaitan dengan pemilihan gaya bahasa (style).

Bahasa yang dipilih pengarang untuk kemudian dipakai dalam naskah drama tulisannya pada umumnya adalah bahasa yang mudah dimengerti (bersifat komunikatif), yakni ragam bahasa yang dipakai dalam kehidupan kesehatian. Bahasa yang berkaitan dengan situasi lingkungan, sosial budyaa, dan pendidikan.

 

6.      Konsep Pembelajaran Drama Untuk Anak Usia Dini

Pendekatan pembelajaran drama harus berorientasi pada mengasah kemampuan sosial dan emosional anak. Pada umur anak usia dini yang masih memiliki sifat egosentris, dalam pembelajaran drama di TK lebih mengikut sertakan pendidik dan orang tua. Drama untuk anak usia dini lebih menekankan pada proses bukan hasil saat pementasan. Pendidik perlu menilai anak dari mulai menentukan tema, cerita, pembagian tokoh, dan kedisiplinan.

Dalam drama naskah drama / skenario sangat berperan penting dalam kesuksesan pementasan drama, tetapi untuk anak usia dini naskah drama hanya berperan sebagai pedukung instrinsik saja karena sebagian anak belum tentu sudah lancar membaca dan memahami cerita secara teks. Pendidik dapat memberikan skenario drama melalui demonstrasi cerita terlebih dahulu, bagaimana kisahnya, konflik, watak tokoh, akhir cerita, hingga amanat / pesan apa yang dapat disampaikan dari cerita drama tersebut sehingga anak lebih memahami secara mendalam dan holistik (menyeluruh).

Saat latihan drama dapat ditentukan waktu serta tujuan, saat inilah membantu anak belajar kedisiplinan. Emosi anak juga harus selalu dijaga oleh pendidik bagaimana saat latihan menjadi suasana yang menyenangkan bukan menjadi anak sesuatu yang membosankan atau malah tidak berarti bagi anak.

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.           Kesimpulan

Tari untuk anak usia dini adalah ekspresi suatu individu yang diungkapkan melalui media gerak dengan iringan lagu yang gembira dengan sesuai dengan tujuan edukatif untuk anak usia dini .

Karakteristik gerak fisik tarian anak TK adalah :

  1. bersifat sederhana,
  2. bersifat maknawi dan bertema, artinya tiap gerak mengandung tema tertentu.
  3. gerak anak menirukan gerak keseharian orang tua dan juga orang-orang yang berada di sekitarnya,
  4. anak juga menirukan gerak-gerak binatang.

Rendra,1993 : 97 mengatakan bahwa drama atau sandiwara adalah seni yang mengungkapkan pikiran atau perasaan orang dengan mempergunakan laku jasmani, dan ucapan kata-kata.

Adapun beberapa karakteristik drama untuk anak usia dini:

  1. Naskah drama dibuat sederhana baik cerita maupun adegan yang harus diperankan
  2. Ceritanya dekat dengan kehidupan anak
  3. Persiapan, pelaksanaan, serta pementasan dibantu oleh pendidik atau orang tua murid.

Manfaat drama untuk anak usia dini:

  1. Memupuk kerja sama yang baik dalam pergaulan sosial.
  2. Memberikan kesempatan kepada anak untuk melahirkan daya kreasi masing-masing.
  3. Mengembangkan emosi yang sehat pada anak-anak.
  4. Menghilangkan sifat malu, gugup, tegang, takut, dll.
  5. Menghargai pendapat dan pikiran yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

 

Meri, La. 1975. Komposisi Tari, Elemen-elemen Dasar. Terjemahan Soedarsono. Yogyakarta: ASTI.

Rusliana, Iyus. 1990. Pendidikan Seni Tari. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Setyowati, Sri S. Pd., M. Pd. 2007. Pendididkan Seni Tari dan Koreografi untuk anak TK. Surabaya: Unesa University Press.

Smith, Jacqueline. 1985. Komposisi Tari Sebuah Petunjuk Praktis Bagi Guru. Terjemahan Ben Suharto, S. St. Yogyakarta: Ikalasti.

Endraswara, Suwardi.2011.Metode Pembelajaran Drama. Yogyakarta: FBS Universitas Negri Yogyakarta.

Waluyo, H.J. 2002. Drama: Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita Graha Wisata.